Surat pesanan adalah dokumen resmi yang digunakan untuk memesan obat dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) atau distributor resmi. Dalam praktik kefarmasian, memahami jenis surat pesanan sangatlah penting karena setiap kategori obat memiliki persyaratan dan format yang berbeda. Ketidaksesuaian dapat berakibat pada pelanggaran hukum, penolakan pesanan, bahkan pencabutan izin operasional apotek.
Dokumen ini bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari sistem pengendalian distribusi obat di Indonesia. Aturan yang mengatur surat pesanan bukan dibuat tanpa alasan, melainkan untuk memastikan obat—terutama yang memiliki potensi penyalahgunaan—disalurkan hanya kepada pihak yang berwenang.
Landasan Hukum dan Aturan yang Berlaku
Regulasi mengenai surat pesanan tercantum dalam Permenkes No. 5 Tahun 2023 dan Peraturan BPOM No. 24 Tahun 2021. Keduanya menegaskan bahwa surat pesanan adalah prasyarat sah untuk memperoleh obat tertentu.
“Surat pesanan untuk setiap golongan obat NPP (Narkotika, Psikotropika, Prekursor) harus dibuat secara terpisah dan memenuhi format yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.”
— Permenkes No. 5 Tahun 2023
Dengan kata lain, memesan narkotika dan psikotropika menggunakan satu dokumen gabungan tidak diperbolehkan. Selain itu, aturan ini juga mewajibkan adanya arsip yang rapi sebagai bagian dari CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik).
Mengenal Jenis-Jenis Surat Pesanan
1. Surat Pesanan Narkotika (SP-Narkotika)
SP ini hanya berlaku untuk satu jenis narkotika per dokumen. Misalnya, jika apotek ingin memesan morfin dan fentanyl, harus dibuat dua SP terpisah. Hal ini dimaksudkan agar distribusi narkotika bisa dipantau ketat, mengingat risiko penyalahgunaannya yang tinggi.
Dokumen dibuat minimal 3 rangkap:
-
Lembar 1 & 2 untuk PBF (satu untuk arsip PBF, satu untuk lampiran laporan)
-
Lembar 3 untuk arsip apotek
Contoh kasus: apotek memesan 10 ampul morfin dari PBF. Tanpa SP terpisah, PBF tidak akan memproses pemesanan, bahkan bisa melaporkan pelanggaran ke Dinas Kesehatan.
2. Surat Pesanan Psikotropika (SP-Psikotropika)
Berbeda dengan narkotika, satu SP psikotropika bisa mencantumkan beberapa jenis psikotropika sekaligus selama masih dalam golongan yang sama.
Contoh: diazepam, alprazolam, dan clonazepam dapat dimasukkan ke dalam satu SP psikotropika. Namun, tetap dibuat 3 rangkap seperti narkotika.
Tujuan aturan ini adalah memastikan obat-obat psikotropika tetap diawasi ketat, namun tanpa mempersulit administrasi berlebihan.
3. Surat Pesanan Prekursor Farmasi (SP-Prekursor)
Prekursor adalah zat yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan narkotika atau psikotropika. Contohnya efedrin, pseudoefedrin, atau safrol.
Satu SP prekursor bisa mencakup beberapa jenis prekursor sekaligus, asalkan semua masuk kategori prekursor farmasi. Jumlah rangkapnya tetap 3.
Dengan pencatatan terpisah, otoritas dapat menelusuri asal dan tujuan distribusi prekursor sehingga penyalahgunaannya dapat dicegah.
4. Surat Pesanan Reguler (Obat Umum)
SP ini digunakan untuk obat yang tidak termasuk kategori NPP, seperti obat keras biasa, obat bebas terbatas, atau obat bebas.
Berbeda dengan SP untuk obat diawasi ketat, SP reguler biasanya cukup dibuat 2 rangkap:
-
Lembar 1 untuk PBF
-
Lembar 2 untuk arsip apotek
Contoh: memesan amoksisilin, parasetamol, atau vitamin C tidak memerlukan SP khusus narkotika atau psikotropika, cukup SP reguler.
Ketentuan Penting dalam Pembuatan SP
Baik manual maupun elektronik, setiap SP wajib memuat:
-
Nama dan alamat fasilitas pelayanan kefarmasian.
-
Nomor izin apotek.
-
Nama Apoteker Penanggung Jawab (APJ) dan nomor SIPA/SIK.
-
Nomor, tanggal, dan tanda tangan APJ.
Untuk SP elektronik:
-
Harus tersimpan minimal 5 tahun.
-
Data dapat diakses untuk audit sewaktu-waktu.
-
PBF wajib memberikan konfirmasi penerimaan.
Untuk SP manual:
-
Harus asli (bukan fotokopi).
-
Diserahkan dalam batas waktu tertentu (umumnya 7 hari setelah dibuat).
Kenapa Harus Tepat dalam Menggunakan SP?
Penggunaan SP yang tepat bukan hanya soal kepatuhan hukum, tapi juga soal keamanan publik. Misalnya, jika narkotika bisa dipesan tanpa dokumen sah, risiko peredaran ilegal akan meningkat.
Selain itu, arsip SP yang rapi akan sangat membantu saat ada inspeksi mendadak dari BPOM atau Dinas Kesehatan. Apotek yang patuh regulasi akan lebih dipercaya oleh pemasok dan masyarakat.
Ringkasan Perbandingan
Kategori Obat | Item per SP | Jumlah Rangkap | Keterangan |
---|---|---|---|
Narkotika | 1 jenis | 3 | SP terpisah per item |
Psikotropika | Beberapa | 3 | Satu SP untuk beberapa psikotropika |
Prekursor | Beberapa | 3 | SP khusus untuk prekursor farmasi |
Obat Umum | Bebas | 2 | Untuk obat non-NPP |
Penutup
Memahami jenis surat pesanan dan menggunakannya sesuai peraturan adalah salah satu pilar utama dalam praktik kefarmasian yang aman dan legal. Apotek yang disiplin dalam hal ini bukan hanya terhindar dari sanksi, tapi juga berperan menjaga keamanan distribusi obat di masyarakat. Kepatuhan terhadap regulasi adalah bentuk tanggung jawab profesional seorang apoteker.
📄 Kelola Jenis Surat Pesanan Sesuai Regulasi dengan SimSehat
Mengatur surat pesanan di apotek tidak boleh asal: harus sesuai jenisnya, mengikuti aturan Permenkes dan BPOM, serta terdokumentasi dengan rapi. Sayangnya, cara manual rawan salah format, mudah tercecer, dan menyulitkan saat ada pemeriksaan.
SimSehat hadir untuk mempermudah. Sistem ini memungkinkan Anda membuat, menyimpan, dan melacak surat pesanan—baik untuk narkotika, psikotropika, prekursor, maupun obat umum—dalam format digital yang sesuai regulasi. Semua tersimpan aman, siap diakses kapan saja, dan mudah dicetak bila dibutuhkan.
👉 Daftar SimSehat sekarang, gratis tanpa biaya langganan.
Kelola semua jenis surat pesanan lebih praktis, patuh aturan, dan bebas ribet—cukup lewat satu aplikasi.